Merajut Harapan di Tengah Gedung Pencakar Langit

 “hari ini adalah sejarah, ketika mahasiswa turun dari menara gading. Menjawab tantangan social dengan jiwa kritis dan semangat juang. Membuka tabir dan selubung pengetahuan. Untuk Indonesia”

Jakarta merupakan kota metropolitan yang merangkap sebagai ibukota Republik Indonesia. Kota yang sekarang berumur kurang lebih 468 tahun ini masih merupakan primadona untuk mengais harta. Terdapat pameo di masyarakat Indonesia khususnya Jawa dan Sumatra bahwa Jakarta dapat membuat hidup berubah 180 derajat. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah urbanisasi di Jakarta terutama sehabis lebaran usai.

Kondisi ini mau tak mau membuat penduduk Jakarta baik yang asli Jakarta maupun pendatang bersaing untuk mendapatkan receh-receh koin di Ibukota ini. Tak pelak pula diantara persaingan tersebut meningkatkan angka kriminalitas, kemiskinan,kebodohan, kesenjangan sosial, kemacetan, dan lain-lain.

“dilangit ia menipu Tuhan dan dibumi ia memerangkap setan”

Kesenjangan sosial semakin terlihat ketika kita berkunjung ke daerah pusat kota seperti menteng, kuningan, tanah abang, dan masih banyak lagi. Ditengah-tengah gedung pencakar langit yang berdiri megah, mewah nan sombong itu terselip perumahan kumuh, kotor, tidak terawat, tidak tertata, dan jauh dari kesan mewah. Penyebutan kata perumahanpun sebetulnya tidak tepat disandangakn dengan keadaannya yang seperti itu hanya saja dalam rangka memanusiakan manusia tidak menjadi masalah jika disebut sebagai perumahan.

Rasio gini yang kini mencapai angka 0,436 juga menjadi bukti tersendiri bahwa Jakarta merupakan representative dari kota-kota yang memiliki kesenjangan sosial yang tinggi. Amanat Pancasila, UUD 1945, UU, PP dan Perda mengenai kesejahteraan sosial dan pendidikan yang layak pun seakan-akan diabaikan. Pemerintahpun tidak tinggal diam akan tetapi usahanya seperti menemui tembok yang teramat besar dan sangat sulit diruntuhkan.

Namun ditengah-tengah kekacauan, kerumitan, dan kegelisahan diatas mengenai kota Jakarta  terselip sedikit harapan ditengah-tengah masyarakat. Secercah cahaya ditengah-tengah kegelapan yang pekat. Kesungguhan dan keikhlasan mewujudkan janji-janji kemerdekaan seperti yang telah diamanatkan dalam Pancasila dan UUD 1945. Harapan yang mungkin tidak seberapa nilainya akan tetapi menjadi berharga ditengah-tengah penduduk yang buas, ganas, dan egois.

Harapan itu didirikan oleh sebuah yayasan pandu rakyat miskin (PaRaM). Sebuah yayasan non-profit yang bergerak dibidang sosial masyarakat. Sebuah gerakan yang berawal dari kegelisahan melihat nasib anak jalanan yang terlantar, dieksploitasi, kelaparan, lusuh, dan terancam masa depannya. Didirikanlah sebuah TK SAAJA (Sekolah Alternatif Anak Jalanan).

PARAM bekerja sama dengan ILMPI (Ikatan Lembaga Mahasiswa Psikologi Indonesia) Wilayah 2 untuk memberikan pendidikan bagi anak-anak jalanan. Langkah-langkah sulit ditempuh baik oleh pengurus PARAM maupun mahasiswa Psikologi di sekitar Jakarta. Kerja keras dan keringat mereka pun terkadang tidak dihargai baik oleh peserta didik, orang tua didik, dan masyarakat sekitar. Namun mereka tetap ikhlas bekerja ditengah-tengah gedung pencakar langit.

TK yang bertempat di Jalan H.R Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan ini terbuat dari kayu dan bambu. Sedangkan atapnya hanya berupa terpal yang ditumpuk oleh dedaunan. Keadaan TK ini sangat bertolak belakang dengan gedung-gedung megah disekitarnya. Sekali lagi ini menjadi bukti masih banyaknya kesenjangan sosial di Jakarta.Image

Dengan penerangan yang seadaanya, 60  anak jalanan ini mengais harapan dan masa depan di TK SAAJA. Kelas mereka terbagi 2 yaitu kelas A (13.00-15.00) dan kelas B (15.00-17.00). tenaga pengajar dan tempat yang seadaanya tidak membuat semangat mereka padam untuk bersekolah, setidaknya untuk berharap demi kehidupan yang lebih baik nantinya.

Mahasiswa dan tenaga pengajar  yang terjun langsungpun terkadang kewalahan menghadapi anak-anak ini. Mulai dari perilaku, sikap, kata-kata senonoh dan tidak pantas, sampai kecenderungan bersikap agresif sudah dihadapi oleh mahasiswa dan tenaga pengajar. Hanya keikhlasan dan niat mewujudkan Tridharma Perguruan Tinggi lah yang membuat mereka dapat bertahan ditengah-tengah godaan kenikmatan yang diberikan oleh Jakarta.

Dikala teman-teman mereka hangout, berpesta, foya-foya, dan segala gerlap Jakarta, mereka memilih untuk bertahan dengan anak-anak jalanan ini. Melihat senyum bahagia dari anak Jalanan ketika mereka bermain dan belajar seperti obat penghilang lelah dan letih bagi mereka.

Membangun harapan dan cita-cita bagi anak jalanan tidaklah semudah seperti anak pada umumnya. Butuh ketekunan, keteladanan, kasih saying, niat yang kuat, totalitas, dedikasi, dan keikhlasan yang dapat membuat mereka berani bermimpi lebih tinggi lagi. Terkadang mimpi itupun kandas ditengah-tengah jalan ketika mereka dihadapkan pada realita jalanan dan himpitan ekonomi keluarga. Mereka terpaksa bekerja dijalanan dan meninggalkan TK ini untuk selama-lamanya. Kembali ke habitat aslinya.

Namun PARAM dan ILMPI tidak berhenti begitu saja melihat kenyataan pedih yang mereka alami. Mereka menggaet dan memberdayakan orang tua siswa dengan daur ulang barang-barang bekas. Selain itu orangtua juga diberikan penyuluhan gratis oleh psikolog-psikolog dari dosen universitas di sekitar Jakarta. Harapan akhirnya adalah orang tua mendukung anak serta menjadi lebih mandiri dan meninggalkan pekerjaan lama mereka dijalanan.

Usaha-usaha untuk membangun harapan itu kini mulai tampak. Terbukti dari minat belajar, membaca, menulis dan lanjut sekolah menjadi lebih tinggi. Bahkan ada beberapa siswa yang kini sudah menempuh pendidikan SMP. Selain itu tampak pula senyum bahagia ditengah-tengah orang tua dan anak-anak jalanan. Senyum yang mungkin baru kali ini mereka rasakan. Senyum kebahagiaan yang kelak akan membentuk kepribadian dan stabilitas emosi pada anak-anak jalanan ini.

Kerja keras dan pengabdian tentu saja tidak akan berhenti hanya sampai disini. Setidaknya TK SAAJA dapat menjadi penggerak hati masyarakat dan mahasiswa untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan Indonesia. Ibarat sebuah cahaya lilin yang dapat menerangi sekitarnya dan dapat pula menyalahkan lilin-lilin lain disekitarnya.

 

“dikala keterbatasan waktu, himpitan ekonomi, deadline tugas, kewajiban belajar, tuntutan akademikdan orang tua, semangat yang hampir padam dan nilai-nilai yang terancam, kami, ILMPI akan selalu berjuang mewujudkan Indonesia tersenyum bersama psikologi.”-Rezky

Image

Link Youtube : http://www.youtube.com/watch?v=lRc1Mqamnfs

 

Ditulis oleh

Rezky Akbar Tri Novan

Staff Badan Informasi dan Komunikasi ILMPI Wilayah III

Dalam rangka Kunjungan dan Silaturahmi ke ILMPI Wilayah II

Leave a comment